Minggu, 01 Agustus 2021

Berturut dan Berlanjut (1)

Bismillaah.. 

Idul fitri tahun 2021 ini kami masih belum bisa berlebaran dengan keluarga dari pihak suami. Pemerintah melarang rakyat Indonesia untuk mudik meskipun begitu tetap aja banyak yg ngeyel. Seperti dua tahun sebelumnya kami berlebaran di rumah mamak di Mabar. Kalau situasi sudah kondusif kami merencanakan balik ke Jawa untuk silaturrahim dgn orang tua pada pertengahan Juni 2021.

Dari selesai lebaran sampai Juli ini banyak hal yang terjadi di keluarga kami. Suka duka silih berganti lah istilahnya. Tapi semoga keluarga kami termasuk dalam golongan hamba Allah yg bersyukur dan bersabar apapun yg kami alami. 

13 Mei: Lebaran Idul Fitri 1442 H, kami menginap dua malam di rumah mamak dan mengurangi interaksi salam salaman. 

17 Mei: Orang tuaku renovasi rumah karena ada beberapa bagian rumah yg lapuk. Proses renovasi sekitar 9 hari, ada 4 orang tukang dan kenek bangunan yg kerja. 

26 Mei: seperti biasa aku telpon mamak utk tanya kabar ngobrol2. Mamak bilang berasa ga enak badan, badannya pegel, trus tenggorokan sakit kayak mau batuk pilek. Aku bilang untuk berobat trus istirahat karena kayanya mamak kecapean abis bersih2 rumah setelah renovasi. 

29 Mei: Dapet kabar dari temanku yg juga tinggal di daerah Johor katanya Jalan Eka Rasmi di-lockdown karena ada 14 orang warga yg positif covid. Dia juga ngirim informasinya via WA. Ternyata daerah Johor jadi zona merah covid. Gak lama mamak nelpon ngabarin kalo dia masih gak enak badan dan penciumannya hilang. Di situ aku udah resah, aku bilang dgn hati2 kalo salah satu gejala covid itu anosmia/hilang penciuman, mamak jangan panik. Aku minta mamakku ke Puskesmas untuk tes. Sayangnya karena itu hari Sabtu puskesmas cuma buka sampai setengah hari. Pihak puskesmas minta mamak datang lagi Senin pagi. 

30 Mei: hari Minggu aku telpon mamak tanya kabar, ternyata hari Sabtu sebelumnya sepulang kerja bapak mengeluh demam badannya sakit semua. Aku minta mamak sama bapak untuk tes swab di Puskesmas. 

31 Mei: Orang tuaku berangkat ke Puskesmas Medan Deli untuk tes PCR malah ditanyai pegawai "bapak pake BPJS, coba ke klinik bpjs bapak aja ya". Sebenarnya kecewa sama respon pegawai puskesmas Medan Deli. Sedangkan kami tau masyarakat bisa dapet akses tes PCR gratis dari pemerintah dan misalkan hasilnya positif obat-obatan dan vitamin bakal dikasih juga dari mereka. Orang tuaku males ribut, jadi mereka langsung memutuskan ke klinik BPJS. Di klinik tes swab antigen dikenai biaya Rp 225.000 per orang. 

Seperti yg udah kukhawatirkan, hasil tes kedua orang tuaku positif covid. Pihak klinik meresepkan obat-obatan dan vitamin yg harus dikonsumsi. Karena gejala covid ringan, mamak bapak harus isolasi mandiri di rumah. Pulang dari klinik mamak langsung nelpon aku, beliau nangis, reaksi yg wajar menurutku karena ga menduga sama sekali bisa terpapar covid. Akupun ga nyangka. Dibandingkan aku sama mas ery, mamak keluar rumah cuma untuk belanja. Selebihnya di rumah aja, apalagi selama ramadhan dan idul fitri pengajian perwiridan yg mamak ikuti libur. Kami curiga mamak terpapar virus dari tamu yg datang ke rumah saat lebaran, setelahnya mamak kecapean jadi imun turun dan di situ virus bereaksi.

Kami langsung siapkan kebutuhan bapak mamak selama isoman; obat-obatan dan vitamin, stok sayur buah dan protein, bumbu2 dapur, dsb. Ada rasa sedih karena sekarang tinggal jauh dari orang tua tapi masih bersyukur ada saudara2 dekat rumah mamak yg siap bantuin utk pemenuhan kebutuhan. 

Yang bikin galau, kami udah terlanjur beli tiket pesawat utk tanggal 16 Juni. Meskipun sakit mamak bapak tetap nyuruh kami tetap berangkat. Tiap hari kondisi mamak kupantau dari rumah, selalu nelpon tanya kabar, sudah makan belum, apa keluhan yg dirasa sambil terus support utk selalu berpikir positif biar cepat sehat. Aku selalu ingetin utk minum vitamin, herbal2, berjemur, trus latih penciuman biar cepat kembali. 

13 Jun: Mamak bapak udah semakin sehat dan memutuskan utk tes swab lagi, alhamdulillaah hasilnya negatif. Mereka langsung membesarkan hati kami untuk tetap berangkat ke Jawa tentu dgn iringan doa2. 

15 Jun: Aku dan mas ery gantian tes swab antigen utk keperluan penerbangan, alhamdulillaah hasilnya negatif. 

16 Jun: Kami berangkat ke Cikarang menuju rumah orang tua mas ery dalam rangka birrul walidain karena sudah 1 tahun 8 bulan ga ketemu. 

Rumah Ungu Cikarang, ibu mertuaku pecinta warna ungu 💜


Seminggu di Cikarang kami di rumah saja, ga seperti tahun2 sebelumnya kalau mudik pasti kami sempatkan untuk jalan2 ajak orang tua. 

24 Jun: Kami sekeluarga berangkat ke Jogja untuk ketemu sama Mbah. 

26 Jun: Mas ery ngajak kami sarapan di Kopi Klotok. Kami berangkat jam 6 pagi, sampai di sana sekitar jam 6.30 pengunjung sudah antri ambil sarapan. Alhamdulillaah Kopi Klotok menerapkan protokol kesehatan jadi meskipun makan di tempat insyaAllah tetap nyaman. Selesai makan kami langsung beranjak. Kalau sebelumnya tiap ke Klotok pasti keliling2 dulu di ladang dan sawahnya tapi karena kondisi pandemi begini yaudahlah makan aja 😅

Buku menu di Kopi Klotok


Ternyata bapak mertua ngajakin jalan2 ke pantai. Yo wes jadi kami laju dari Jalan Kaliurang Km 16 ke pantai daerah Gunung Kidul 🤣 Total menempuh jarak 89 km. Kami tiba di Pantai Pok Tunggal jam 10.40. Pantainya sepi cuma ada dua kelompok yg berkunjung itu pun duduk berjauhan sekali. Kami menyewa tikar dan duduk di bawah pohon waru. Karena dadakan kami jadi ga bawa bekal sama sekali, cuma beli makanan dan jajanan di sana. 

Ipung in frame


Bapak mertua ngelihat jasa fotografer keliling dan tertarik memakai jasanya. Sebelum kami dipotret, si mas fotografer "diwawancara" sama bapak, katanya selama pandemi ini wisatawan yg datang ke Pantai Pok Tunggal sepi sekali, sering dalam sehari ga ada yg pakai jasanya. Oya, Pantai Pok Tunggal ini memang kurang populer dibanding pantai2 lain di kawasan Gunung Kidul macam Sadranan, Indrayanti atau Baron. Jadi kalaupun ga ada pandemi pantai ini memang ga seramai pantai yg aku sebutkan tadi, bahkan terakhir aku ke sana (tahun 2018) belum ada jasa fotografer. Makanya kami sengaja bawa orang tua ke Pantai Pok Tunggal. Di sini lebih berasa pantai alami karena ga ada pondokan dan ga banyak gimmick macam spot foto instagramable.

Salah satu hasil foto mas fotografer keliling


27 Jun: Ahad pagi, mas ery ngajakin kami ke Hutan Pinus Mangunan sekalian cari sarapan di sana. Sampai di Hutan Pinus sekitar jam 7 pagi dan masih sepi, bahkan baru buka, pengunjungnya baru beberapa orang. 

Salah satu spot foto di Hutan Pinus Mangunan. Di sini sering disebut "Negri di Atas Awan"


29 Jun: Giliran aku yang ngajakin keluarga ke resto Little Garden yang letaknya bareng penginapan Rumah Jembarati. Di sini sistemnya harus reservasi dulu. Kami reservasi untuk makan siang sesi jam 2. Sampai di sana ya cuma keluarga kami saja ga ada pengunjung lain. 

Little Garden Resto di Jembarati, Cangkringan dengan view Merapi

(Karena ternyata kepanjangan jadi aku bikin dua postingan ya, biar ga capek bacanya, hehehe.. Bersambung ke postingan kedua) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar