Rabu, 11 Agustus 2021

Miyeokguk (Sup Rumput Laut)

Bismillah

Miyeokguk atau sup rumput laut khas Korea biasanya disajikan saat ada yg berulang tahun. Tapi aku masak ini bukan karena sedang berulang tahun, cuma penasaran gimana rasanya. Aku masak ini tanggal 12 Juli lalu pas aku sakit tapi belum tau kalau ternyata positif covid. Waktu masak ini penciumanku udah mulai berkurang, aromanya hanya kecium tipis2. Tapi syukurnya lidahku masih bisa merasa, alhamdulillaah.. Rasanya memang segar, gurih dan ringan, cocok dimakan saat sedang kurang fit.


Sekilas yg aku tau dari video youtube Maangchi, sup rumput laut ini menjadi konsumsi ibu korea yg baru melahirkan. Mereka bisa sebulan penuh mengkonsumsi miyeokguk untuk memulihkan tenaga. Isian miyeokguk-nya juga bervariasi; dengan daging sapi, ayam, babi, kerang, seafood lainnya bahkan tahu. Makanya saat berulang tahun mereka menyajikan sup rumput laut agar mengingat jasa ibu mereka saat melahirkan.

Yang aku suka selain rasanya yg cocok di lidah, bahan dan cara masaknya pun sederhana. Kalau versiku ini liat dari postingan ig Moza Kitchen, daging ditumis sebentar dgn minyak wijen tapi kalau versi Maangchi langsung aja direbus jadi satu lalu dibumbui dengan minyak wijen dan kecap ikan jika suka. Di sini aku hanya membuat setengah porsi dari resep Moza Kitchen karena eyipi ga doyan, hehehe..

Bahan:
  • ‌3 gram rumput laut kering direndam 30 menit - 1jam
  • ‌100 gram daging sapi potong dadu
  • ‌1 siung bawang putih dicincang
  • 1 sdm minyak wijen
  • 400 ml air
  • garam, merica bubuk, gula secukupnya
  • kaldu bubuk (jika suka)

Cara memasak:
1. Panaskan 1 sdm minyak wijen



2. Tumis daging sapi hingga berubah warna


3. Tiriskan rumput laut, potong2 sedikit
4. Masukkan rumput laut ke tumisan daging, aduk2, tambahkan cincangan bawang putih, aduk kembali sampai harum


5. Tuangkan air, masak sampai air mendidih lalu bumbui. Tes rasa. Jika sudah pas, matikan api.


6. Sup rumput laut dgn tambahan daging sapi siap disajikan

Senin, 02 Agustus 2021

Berturut dan Berlanjut (2)

Bismillah... 

(Melanjutkan tulisan kemarin, semoga ga bosan bacanya ya..) 


1 Jul: Bapak ibu mertua dan adik ipar balik pulang ke Cikarang. Pada saat ini kami udah dengar kabar akan diberlakukan PPKM. 


2 Jul: Aku sama mas ery sarapan ke Kopi Klotok lagi. Eh siapa yang tau ternyata siangnya pemerintah mengumumkan PPKM Darurat di Pulau Jawa & Bali mulai tgl 3 - 20 Juli. Dan siang itu aku lihat di postingan instagram kopi klotok kalau hari ini mereka terakhir buka. Mereka tutup selama PPKM Darurat. 


3 Jul: Berita PPKM makin rame, syarat penerbangan dari dan menuju ke Pulau Jawa Bali wajib menyertakan hasil swab PCR negatif dan menunjukkan kartu vaksinasi covid minimal 1x.

Di sini kami mulai agak panik. Kami pulang tanggal 7 Juli dan kondisi kami berdua belum divaksin. Hari itu kami cari informasi sana sini. Kami telpon beberapa fasilitas kesehatan yg menyediakan vaksin. Kebanyakan hanya untuk KTP domisili Jogja. KTP nondomisili Jogja hanya bisa di dua tempat, RS Sardjito dan Poltekkes Jogja itupun kuota vaksin udah penuh sampai pekan ketiga Juli 😭 Tentang PPKM ini insyaAllah aku bakal cerita di postingan lain. 


4 Jul: Alhamdulillaah biidznillah kami dapat kuota vaksin di Stasiun Tugu. Setelah vaksin alhamdulillaah kami berdua tidak ada keluhan apapun. 


6 Jul: Tes swab PCR sebagai syarat penerbangan, alhamdulillaah kami berdua negatif dan bisa pulang ke Medan


7 Jul: Pulang ke Medan dari Bandara YIA transit di Soetta lalu lanjut ke KNO


8-9 Jul: Aku ngegas beberes rumah, nyuci, bersihkan kamar mandi, dll


10 Jul: Abis maghrib aku berasa demam, tenggorokan kering kayak mau batuk, hidung tersumbat dan kepala pusing. Aku kira cuma mau batuk pilek biasa, jadi aku minum paracetamol dan banyak minum air hangat. Tengah malam aku menggigil kedinginan. 


11 Jul: Demamku masih belum turun, tenggorokan masih sakit, hidung pilek, badan sakit semua, kepala pusing. Aku masih ikhtiar dari rumah, minum paracetamol, madu, habbats, rimpang, air hangat, dsb. 


12 Jul: Demamku turun, tenggorokan masih sakit, hidung tersumbat dan penciumanku agak berkurang. Badan udah agak enakan ga pegel2 kayak sebelumnya. Udah bisa ngerjain pekerjaan rumah tangga, bahkan aku masak juga. Nah pas masak ini aku numis bawang putih kok aromanya tipis banget ya pikirku.. Aku harus bener2 dekatin hidungku ke depan wajan baru kecium aromanya, apa karena hidung tersumbat. 


13 Jul: Hari ini penciumanku bener2 hilang (anosmia), aku masih pilek dan tenggorokan masih sakit tapi ga sampai batuk. Aku udah menduga ini gejala covid tapi masih agak denial karena ngerasa habis divaksin kok masa covid sih.. Mas ery juga berusaha membesarkan hatiku utk tetap berpikir positif bisa aja karena kecapean. 


14 Jul: Aku ngajak mas ery untuk tes swab dan hasilnya terbukti aku positif covid mas ery negatif. Hari itu juga aku isolasi mandiri di rumah. Kami pisah kamar, kami pisahkan alat mandi, alat makan, pakaian kami, selalu semprot2 desinfektan. Malamnya karena pengaruh obat, tidurku ga nyenyak, aku merasa mual, berkeringat, bingung, pokoknya ga nyamanlah. 

Hasil tes swab antigenku, ada dua garis merah (+) 


16 Jul: Alhamdulillaah penciumanku mulai kembali, aku udah bisa membaui aroma2 tapi dalam jarak yg bener2 dekat jadi masih tipis2 lah, di situ aku terharu kaliiii.. Aroma pertama yg bisa kucium itu tumis pare, hahaha.. Karena pas aku lagi makan siang. Syukurnya selama sakit nafsu makanku masih baik, beda sama mamak bapak yg hilang nafsu makannya. Selama sakit aku ga masak, kami beli makanan siap santap aja. Memang semenjak hidungku tersumbat itu aku selalu hirup2 aroma minyak kayu putih dan parfum. 

Isolasi mandiri di kamar


19 Jul: Alhamdulillaah aku udah merasa sehat tapi sayangnya aku ga bisa ikut puasa Arafah karena masih ada obat yg harus aku minum siang hari. Mas ery puasa sendiri. Ba'da maghrib aku juga jadi mellow waktu dengar suara takbiran, oh jadi ini ya perasaan orang2 yg ga bisa berlebaran sama keluarga. 

Dibuatin pojokan berjemur sama eyipi


20 Jul: Kami sholat idul adha berdua di rumah, ga ada menu istimewa karena aku ga masak2 dan dilarang mas ery juga untuk repot2 masak. Mamak gak bisa nganterin makanan karena jalanan di Medan ditutup efek dari PPKM Darurat yg mulai dr tgl 7 Juli. Kalo mau diceritain detail rasanya sedih lah tapi ga mau aku pikirin karena takut mempengaruhi mood dan imun jadi turun. Hari itu aku cuma jajan croffle coklat dan ngemil keripik yg dianterin tetanggaku. 


21 Jul: Aku batuk2. Sebenarnya secara fisik aku udah sehat; badan segar, penciuman baik tapi sayangnya aku jadi batuk. Entah ini karena efek makan coklat dan keripik aku ga tau juga. Padahal sebelumnya aku ga sampai batuk cuma tenggorokan kering aja jadi berasa agak sakit, setelah minum obat ya alhamdulillaah membaik. Tapi ternyata batukku makin dahsyat sampe bikin aku ga bisa tidur beberapa malam karena batuk yg frekuensinya sering dan durasinya panjang. Ditambah lagi aku pengidap asma, dada rasanya berat dan panas, nafas berbunyi ngik ngik. 


22 Jul: Giliran mas ery demam, tenggorokan sakit dan bersin2


23 Jul: Pagi2 dia laporan kalo ga bisa nyium aroma apapun jadi pagi itu kami langsung tes swab dan qadarullaah mas ery jadi positif covid karena tertular dariku. Sedih tapi kami memang udah siap sama kemungkinan ini karena bagaimanapun juga kami masih tinggal berdua serumah selama aku isoman. Aku masih batuk2.


23-29 Jul: Hari2 kami berasa gloomy dan ga semangat, suami positif covid istri sakit sakitan. Aku tau meskipun eyipi berusaha untuk ceria dia tu kepikiran banyak hal. Dia sering mengeluhkan kepalanya pusing dan berasa tegang. 


29 Jul: Karena batukku yg makin parah bikin aku ga bisa tidur, nafas berat dan sesak, dada panas aku tes swab lagi, alhamdulillaah hasilnya udah negatif. Hari itu aku buat janji dengan dokter speialis penyakit dalam. Aku diminta untuk foto thorax (rontgen bagian dada) untuk ngelihat ada infeksi atau ga di paruparu. Ba'da maghrib kami pergi ke Lab Pramita di Jalan Diponegoro. Labnya sepi sekali karena sudah malam. Memang dokter menyarankan untuk datang habis maghrib karena kalau siang pasti ramai orang dan gak bisa menghindari kerumunan. Begitu mengambil nomor antrian aku langsung dilayani, mendaftar lalu membayar biaya rontgen. Sekitar lima menit kemudian giliranku dipanggil ke ruang x-ray. Petugasnya perempuan, aku diminta melepas pakaian dan baju dalam bagian atas lalu mengenakan baju khusus pasien. Prosesnya cepat sekali, aku hanya diminta menempelkan dada ke alatnya lalu menarik napas dalam dan ditahan. 

Malam ini aku masih belum bisa tidur nyenyak, meskipun udah minum obat yg diberi dokter tapi aku masih batuk2 cukup keras. Ditambah lagi tiba2 aku ngalami mood swing dan gemetar, ntah karena pengaruh obat sesak atau gimana aku ga paham.. Rasanya malam itu aku mellow kali, nangis, berasa ga siap kalo hasil rontgen paruparuku ternyata ada infeksi dan sebagainya. 

30 Jul: Jam 10 pagi mas ery pergi ambil hasil rontgen sendirian. Hasil foto thorax disegel jadi aku ga berani ngebuka amplopnya. Jam 4 sore aku sama mas ery berangkat ke dokter spesialis penyakit dalam untuk baca hasilnya. Alhamdulillah.. Laa hawla wa laa quwwata illa billaah.. Paruparuku bersih, ga ada infeksi dan semacamnya. Dokter hanya menambahkan obat untuk rhinitisku biar pernapasan lega katanya. 

Hasil foto thorax


31 Jul: Mood kami berdua membaik, alhamdulillah.. Mas ery juga udah fit, gejala covidnya jauh lebih ringan daripada yg aku rasa. Dia bener2 kayak flu biasa hanya ketambahan anosmia saja. Penciumannya juga udah balik di hari keempat isoman. Aku banyak2 bersyukur dan bersabar atas apa yg kami alami belakangan ini. Merasa sedih atas musibah itu manusiawi yg penting ga merutuki takdir tapi diterima, bersabar.. Semoga ujian2 ini dapat menghapus dosa2 kami, aamiin.. 

Karena konsumsi obat dari dokter alhamdulillah biidznillah aku udah ga berasa sesak. Napasku ga bunyi ngik ngik lagi, dadaku ga berasa panas. Tapi tinggal PRnya nih batuk. Tenggorokanku rasanya masih gatal. Semoga segera membaik, pulih seperti sedia kala, aamiin.. 



Minggu, 01 Agustus 2021

Berturut dan Berlanjut (1)

Bismillaah.. 

Idul fitri tahun 2021 ini kami masih belum bisa berlebaran dengan keluarga dari pihak suami. Pemerintah melarang rakyat Indonesia untuk mudik meskipun begitu tetap aja banyak yg ngeyel. Seperti dua tahun sebelumnya kami berlebaran di rumah mamak di Mabar. Kalau situasi sudah kondusif kami merencanakan balik ke Jawa untuk silaturrahim dgn orang tua pada pertengahan Juni 2021.

Dari selesai lebaran sampai Juli ini banyak hal yang terjadi di keluarga kami. Suka duka silih berganti lah istilahnya. Tapi semoga keluarga kami termasuk dalam golongan hamba Allah yg bersyukur dan bersabar apapun yg kami alami. 

13 Mei: Lebaran Idul Fitri 1442 H, kami menginap dua malam di rumah mamak dan mengurangi interaksi salam salaman. 

17 Mei: Orang tuaku renovasi rumah karena ada beberapa bagian rumah yg lapuk. Proses renovasi sekitar 9 hari, ada 4 orang tukang dan kenek bangunan yg kerja. 

26 Mei: seperti biasa aku telpon mamak utk tanya kabar ngobrol2. Mamak bilang berasa ga enak badan, badannya pegel, trus tenggorokan sakit kayak mau batuk pilek. Aku bilang untuk berobat trus istirahat karena kayanya mamak kecapean abis bersih2 rumah setelah renovasi. 

29 Mei: Dapet kabar dari temanku yg juga tinggal di daerah Johor katanya Jalan Eka Rasmi di-lockdown karena ada 14 orang warga yg positif covid. Dia juga ngirim informasinya via WA. Ternyata daerah Johor jadi zona merah covid. Gak lama mamak nelpon ngabarin kalo dia masih gak enak badan dan penciumannya hilang. Di situ aku udah resah, aku bilang dgn hati2 kalo salah satu gejala covid itu anosmia/hilang penciuman, mamak jangan panik. Aku minta mamakku ke Puskesmas untuk tes. Sayangnya karena itu hari Sabtu puskesmas cuma buka sampai setengah hari. Pihak puskesmas minta mamak datang lagi Senin pagi. 

30 Mei: hari Minggu aku telpon mamak tanya kabar, ternyata hari Sabtu sebelumnya sepulang kerja bapak mengeluh demam badannya sakit semua. Aku minta mamak sama bapak untuk tes swab di Puskesmas. 

31 Mei: Orang tuaku berangkat ke Puskesmas Medan Deli untuk tes PCR malah ditanyai pegawai "bapak pake BPJS, coba ke klinik bpjs bapak aja ya". Sebenarnya kecewa sama respon pegawai puskesmas Medan Deli. Sedangkan kami tau masyarakat bisa dapet akses tes PCR gratis dari pemerintah dan misalkan hasilnya positif obat-obatan dan vitamin bakal dikasih juga dari mereka. Orang tuaku males ribut, jadi mereka langsung memutuskan ke klinik BPJS. Di klinik tes swab antigen dikenai biaya Rp 225.000 per orang. 

Seperti yg udah kukhawatirkan, hasil tes kedua orang tuaku positif covid. Pihak klinik meresepkan obat-obatan dan vitamin yg harus dikonsumsi. Karena gejala covid ringan, mamak bapak harus isolasi mandiri di rumah. Pulang dari klinik mamak langsung nelpon aku, beliau nangis, reaksi yg wajar menurutku karena ga menduga sama sekali bisa terpapar covid. Akupun ga nyangka. Dibandingkan aku sama mas ery, mamak keluar rumah cuma untuk belanja. Selebihnya di rumah aja, apalagi selama ramadhan dan idul fitri pengajian perwiridan yg mamak ikuti libur. Kami curiga mamak terpapar virus dari tamu yg datang ke rumah saat lebaran, setelahnya mamak kecapean jadi imun turun dan di situ virus bereaksi.

Kami langsung siapkan kebutuhan bapak mamak selama isoman; obat-obatan dan vitamin, stok sayur buah dan protein, bumbu2 dapur, dsb. Ada rasa sedih karena sekarang tinggal jauh dari orang tua tapi masih bersyukur ada saudara2 dekat rumah mamak yg siap bantuin utk pemenuhan kebutuhan. 

Yang bikin galau, kami udah terlanjur beli tiket pesawat utk tanggal 16 Juni. Meskipun sakit mamak bapak tetap nyuruh kami tetap berangkat. Tiap hari kondisi mamak kupantau dari rumah, selalu nelpon tanya kabar, sudah makan belum, apa keluhan yg dirasa sambil terus support utk selalu berpikir positif biar cepat sehat. Aku selalu ingetin utk minum vitamin, herbal2, berjemur, trus latih penciuman biar cepat kembali. 

13 Jun: Mamak bapak udah semakin sehat dan memutuskan utk tes swab lagi, alhamdulillaah hasilnya negatif. Mereka langsung membesarkan hati kami untuk tetap berangkat ke Jawa tentu dgn iringan doa2. 

15 Jun: Aku dan mas ery gantian tes swab antigen utk keperluan penerbangan, alhamdulillaah hasilnya negatif. 

16 Jun: Kami berangkat ke Cikarang menuju rumah orang tua mas ery dalam rangka birrul walidain karena sudah 1 tahun 8 bulan ga ketemu. 

Rumah Ungu Cikarang, ibu mertuaku pecinta warna ungu 💜


Seminggu di Cikarang kami di rumah saja, ga seperti tahun2 sebelumnya kalau mudik pasti kami sempatkan untuk jalan2 ajak orang tua. 

24 Jun: Kami sekeluarga berangkat ke Jogja untuk ketemu sama Mbah. 

26 Jun: Mas ery ngajak kami sarapan di Kopi Klotok. Kami berangkat jam 6 pagi, sampai di sana sekitar jam 6.30 pengunjung sudah antri ambil sarapan. Alhamdulillaah Kopi Klotok menerapkan protokol kesehatan jadi meskipun makan di tempat insyaAllah tetap nyaman. Selesai makan kami langsung beranjak. Kalau sebelumnya tiap ke Klotok pasti keliling2 dulu di ladang dan sawahnya tapi karena kondisi pandemi begini yaudahlah makan aja 😅

Buku menu di Kopi Klotok


Ternyata bapak mertua ngajakin jalan2 ke pantai. Yo wes jadi kami laju dari Jalan Kaliurang Km 16 ke pantai daerah Gunung Kidul 🤣 Total menempuh jarak 89 km. Kami tiba di Pantai Pok Tunggal jam 10.40. Pantainya sepi cuma ada dua kelompok yg berkunjung itu pun duduk berjauhan sekali. Kami menyewa tikar dan duduk di bawah pohon waru. Karena dadakan kami jadi ga bawa bekal sama sekali, cuma beli makanan dan jajanan di sana. 

Ipung in frame


Bapak mertua ngelihat jasa fotografer keliling dan tertarik memakai jasanya. Sebelum kami dipotret, si mas fotografer "diwawancara" sama bapak, katanya selama pandemi ini wisatawan yg datang ke Pantai Pok Tunggal sepi sekali, sering dalam sehari ga ada yg pakai jasanya. Oya, Pantai Pok Tunggal ini memang kurang populer dibanding pantai2 lain di kawasan Gunung Kidul macam Sadranan, Indrayanti atau Baron. Jadi kalaupun ga ada pandemi pantai ini memang ga seramai pantai yg aku sebutkan tadi, bahkan terakhir aku ke sana (tahun 2018) belum ada jasa fotografer. Makanya kami sengaja bawa orang tua ke Pantai Pok Tunggal. Di sini lebih berasa pantai alami karena ga ada pondokan dan ga banyak gimmick macam spot foto instagramable.

Salah satu hasil foto mas fotografer keliling


27 Jun: Ahad pagi, mas ery ngajakin kami ke Hutan Pinus Mangunan sekalian cari sarapan di sana. Sampai di Hutan Pinus sekitar jam 7 pagi dan masih sepi, bahkan baru buka, pengunjungnya baru beberapa orang. 

Salah satu spot foto di Hutan Pinus Mangunan. Di sini sering disebut "Negri di Atas Awan"


29 Jun: Giliran aku yang ngajakin keluarga ke resto Little Garden yang letaknya bareng penginapan Rumah Jembarati. Di sini sistemnya harus reservasi dulu. Kami reservasi untuk makan siang sesi jam 2. Sampai di sana ya cuma keluarga kami saja ga ada pengunjung lain. 

Little Garden Resto di Jembarati, Cangkringan dengan view Merapi

(Karena ternyata kepanjangan jadi aku bikin dua postingan ya, biar ga capek bacanya, hehehe.. Bersambung ke postingan kedua)